Kasus keracunan hingga berakibat kematian terjadi akhir-akhir ini akibat mengkonsumsi kerang. Kasus meninggalnya 4 orang setelah mengkonsumsi kerang simping di Bungah, Gresik. Nah lalu Kerang Samping ini beracun atau tidak ? berikut penjelasannya.

Kerang simping

Simping ialah moluska bivalvia dari familia Pectinidae. Simping atau scallops tersebar diseluruh perairan di dunia mulai dari perairan subtropis sampai perairan tropis. Simping (skalop) Klasifikasi ilmiah Kerajaan : Animalia ; Filum : Mollusca ; Kelas : Bivalvia ; Ordo : Ostreoida ; Famili : Pectinida

Bivalvia adalah kelas dalam moluska yang mencakup semua kerang – kerangan: memiliki sepasang cangkang (nama “bivalvia” berarti dua cangkang). Yang termasuk dalam kelompok bivalva ad lah berbagai kerang, kupang, remis, kijing, lokan, simping, tiram, serta kima, meskipun variasi di dalam bivalvia sebenarnya sangat luas. Simping bernilai ekonomi sebagai sumber makanan dan bahan kerajinan. Berbagai kerajinan memanfaatkan cangkang kerang simping.

Kerang simping merupakan sumber protein bagi masyarakat, disukai karena rasanya yang enak dan gurih. Selain enak dan gurih, kerang ini juga memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Selain direbus /dimasak simping dianggap kerang yang aman dimakan mentah. Beberapa simping yang warna cangkangnya terang dijadikan bahan baku kerajinan dari kerang.

Mengapa kerang simping (Amusium pleuronectes) menjadi beracun ?

Berdasarkan habitat atau tempat hidupnya kerang simping termasuk bentos. Yakni biota laut yang hidup di bagian dasar air laut. Habitat kerang ini dapat dijumpai pada berbagai substrat dari pasir sampai lumpur berpasir pada kedalaman 5 – 50 m. Pada umumnya kerang hidup dengan cara membenamkan dirinya dalam pasir atau pasir berlumpur dan beberapa jenis diantaranya ada yang menempel pada benda-benda keras

Cara bivalvia memperoleh makan dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu :

  1. pemakan suspensi (filter feeder) – yaitu mendapatkan makanan dengan cara menyaring partikel-partikel tersuspensi yang ada dalam air laut dan
  2. pemakan endapan. Bivalva umumnya membenamkan diri dalam lumpur atau pasir yang mengandung sisa-sisa zat organik pada dasar laut. Makanan tersebut dihisap dari dasar perairan melalui siphon. Semakin dalam bivalvia membenamkan diri siphonnya semakin panjang. Dalam proses menghisap makanan tersebut, logam berat, bakteri, virus dapat terhisap dan terakumulasi dalam tubuhnya.

Manfaat dan kerugian

Berdasarkan tempat hidup dan kebiasaan makannya, bilvalva memiliki manfaat bagi lingkungan, karena dapat digunakan sebagai bio indikator pencemaran atau petunjuk terjadinya pencemaran lingkungan. Bivalva dapat mengakumulasi pencemar air, khususnya logam dalam tubuhnya. Sehingga dengan memeriksa konsentrasi racun (logam berat) dalam tubuhnya dapat diketahui adanya pencemaran dalam perairan laut.

Namun di sisi lain, bivalva dapat menjadi sumber protein beracun bagi manusia. Dengan kemampuannya mengakumulasi (mengumpulkan) racun logam berat dalam tubuhnya, maka konsentrasi racun akan bertambah. Bila hal ini terjadi akan menyebabkan keracunan bagi manusia yang mengkonsumsinya.

Dari uraian di atas kita dapat menyusun hipotesa mengapa kerang simping beracun bukan ?

Kerang simping berbentuk bivalva termasuk biota bentos yang hidup dasar laut, membenamkan diri di pasir atau dasar laut berlumpur. Bila kebetulan air laut dan pada dasar laut berlumpur mengandung polutan atau pencemar yang mengandung logam berat, secara tidak sengaja logam-logam berat tersebut terakulumasi dalam tubuh kerang simping. Saat kerang-kerang beracun tersebut dikonsumsi manusia, maka racun yang ada berpindah ke tubuh manusia. Kerang simping bersifat filter feeder dan sessile (menetap, tidak berpindah-pindah), maka kerang ini sangat dipengaruhi oleh perairan dimana kerang tersebut ditangkap.

Keracunan kerang

Kerang merupakan sumber protein, namun manusia perlu berhati-hati sebelum menyantap kerang. Bila lingkungan perairan tercemar, kerang mengandung racun bagi manusia. Akumulasi logam berat pada tubuh manusia akan menimbulkan berbagai dampak yang membahayakan kesehatan. Di antaranya adalah kerapuhan tulang, rusaknya kelenjar reproduksi, kanker, kerusakan otak, dan keracunan akut pada sistem saraf pusat.