Masyarakat Indonesia sangat beragam baik suku agama kebudayaan dan agama. Keberagaman Indonesia juga tercermin dalam kuliner yang begitu banyak dan beragam. Seperti di Sumatera saja, dari Aceh hingga Lampung memiliki kuliner khas daerahnya sendiri. Tidak bisa dipungkiri, keanekaragaman kuliner di Indonesia terkadang bagi sebagian orang termasuk kuliner yang aneh, nyeleneh, menjijikkan, dsb. Salah satunya ialah olahan makanan yang menggunakan daging anjing. Di beberapa negara Asia seperti Republik Rakyat Tiongkok dan Korea mengkonsumsi daging anjing merupakan hal yang biasa. Bahkan ada festival tahunan makan daging anjing. Anjing yang merupakan binatang lucu dan dianggap sebagai sahabat manusia ternyata juga sering dikonsumsi masyarakat di beberapa daerah di Indonesia.

Di beberapa kota besar di Indonesia, dikenal sebagai pusatnya penjualan daging anjing. Hal ini mendapatkan kecaman dari aktivis pencinta binatang dan pencinta anjing. Di Yogyakarta diperkirakan 360 anjing dibunuh setiap minggunya untuk konsumsi, sementara di Jakarta diperkirakan 720 anjing perminggunya. Kota-kota lain seperti di wilayah Sumatera dan Sulawesi Utara bahkan diperkirakan lebih besar lagi. Di Pasar Tomohon, agan bisa cek disimbah google betapa menyeramkan pasar ini bagi sebagian orang karena komoditi tak lazim yang dijual. Seperti daging tikus, daging ular, daging kelelawar, dan tentu saja daging anjing.

Tidak ada yang mengetahui secara pasti apa alasan orang mengkonsumsi daging anjing, sebagian orang menilai daging anjing memiliki khasiat yang baik bagi kesehatan. Sebagian lain penikmat daging anjing mungkin memakannya karena sudah kebiasaan yang diturunkan dari keluarga dan lingkungannya. Daging anjing biasanya diolah menjadi Tongseng, sehingga dalam masyarakat Jawa lekat sekali mengidentifikasikan apa yang dimaksud dengan makanan Sengsu yang berarti singkatan dari Tongseng Asu (Anjing).

Fakta Daging Anjing

Menurut Karin Franken, dari Jakarta Animal Aid Network mengungkapkan bahwa mengkonsumi daging anjing tidak memiliki khasiat ilmiah yang selama ini dipercayai oleh penikmat daging anjing. Bahkan sebaliknya, mengonsumsi daging anjing sangat rentan terkena penyakit dan berbahaya bagi tubuh. Sebab ada parasit dan bakteri yang terkandung dalam dagingnya. Kita tahu sendiri bahwa beberapa penyakit seperti Rabies memang salah satunya ditularkan lewat anjing. Terlebih anjing-anjing yang diambil dagingnya dan diperjualkan di sejumlah pasar di Indonesia didapatkan dari menangkan anjing liar ataupun pencurian anjing. Anda bisa membayangkan bukan betapa menjijikkan anjing liar dan kemudian dikonsumsi?

Perdagangan daging anjing untuk konsumsi adalah bukan hal yang wajar, karena menurut ketentuan Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office Internationale des Epizooties, OIE) dan Codex Alimentarius Commission (CAC), anjing tidak termasuk hewan potong untuk dikonsumsi manusia. Anjing termasuk kategori hewan kesayangan atau pet animal. Apabila daging anjing dikonsumsi oleh manusia, menurut OIE dan CAC dianggap melanggar prinsip kesejahteraan hewan atau animal welfare.

Fakta Perdagangan Daging Anjing

Dari perjalanan riset/investigasi yang telah dilakukan di beberapa tempat bisnis daging anjing khususnya di wilayah DIY, Solo, Jakarta, Bandung, serta kota-kota lain seperti Medan, Manado dan Bali, maupun wawancara dengan masyarakat, ditemukan fakta-fakta mencengangkan mengenai perdagangan anjing untuk konsumsi tersebut, di antaranya:

  1. Transportasi ilegal puluhan anjing-anjing untuk dikonsumsi dari Pangandaran, Jawa Barat yang belum bebas rabies, masuk ke wilayah bebas rabies seperti DIY dan Solo secara berkala yang lepas sama sekali dari pengawasan Dinas Peternakan maupun instansi terkait lainnya.
  2. Cara anjing-anjing itu ditangkap, dicuri, diangkut, disekap, dibantai dengan kejam dengan tidak adanya standar higiene dan tidak sesuai dengan apa yang diatur dalam UU No. 18 tahun 2009 Bab VI Bagian Kedua tentang Kesejahteraan Hewan.
  3. Keresahan masyarakat akibat banyaknya kasus pencurian anjing di wilayah mereka, yang diduga kuat maupun terbukti berdasarkan kesaksian warga, dilakukan oleh oknum-oknum pelaku bisnis daging anjing untuk konsumsi.
  4. Ketidaknyamanan yang dialami masyarakat di sekitar rumah-rumah jagal karena mendengar raungan menyayat hati dari anjing-anjing yang akan dibantai maupun keprihatinan mendalam karena mengetahui kekejian yang dialami anjing-anjing tersebut.
  5. Ancaman serius terhadap kesehatan lingkungan di sekitar peternakan-peternakan anjing untuk dikonsumsi yang tidak beraturan dan tidak memperhatikan langkah-langkah untuk pengendalian penyakit, penyediaan pakan hewan yang memadai, pembuangan limbah dll. Tempat-tempat semacam itu memberikan kondisi yang optimal bagi mikroba untuk berkembang-biak: anjing-anjing yang secara biologis lemah dan rentan akan mudah terkena infeksi mikroba, terutama apabila mereka juga berada di dalam keadaan sosial yang tidak teratur dan hidup dalam kondisi yang tidak higienis dengan berdekatan.