Ekolokasi adalah gabungan penggunaan morfologi (fitur fisik) dan sonar (SOund NAvigation and Ranging) yang memungkinkan kelelawar untuk “melihat” menggunakan suara. Kelelawar menggunakan laringnya untuk menghasilkan gelombang ultrasonik yang dipancarkan melalui mulut atau hidungnya. Beberapa kelelawar juga menghasilkan klik dengan menggunakan bahasa lidah mereka. Kelelawar mendengar gema yang dikembalikan dan membandingkan waktu antara saat sinyal dikirim dan dikembalikan dan pergeseran frekuensi suara untuk membentuk peta sekelilingnya.

Sementara tidak ada kelelawar yang benar-benar buta, hewan tersebut bisa menggunakan suara untuk “melihat” dalam kegelapan yang absolut. Sifat sensitif dari telinga kelelawar memungkinkannya menemukan mangsa dengan mendengarkan pasif juga. Telinga kelelawar bertindak sebagai lensa Fresnel akustik, memungkinkan kelelawar untuk mendengar pergerakan serangga penghuni tanah dan sayap sayap serangga.

BAGAIMANA MORFOLOGI EKSOLOKASI KELELAWAR

Beberapa adaptasi fisik kelelawar terlihat. Hidung berkerut berkerut bertindak sebagai megafon untuk memproyeksikan suara. Bentuk kompleks, lipatan, dan kerutan pada telinga luar kelelawar membantu ia menerima dan menyalurkan suara masuk. Beberapa adaptasi kunci bersifat internal. Telinga mengandung banyak reseptor yang memungkinkan kelelawar mendeteksi perubahan frekuensi kecil. Otak kelelawar memetakan sinyal dan bahkan menjelaskan efek Doppler yang terbang pada echolocation. Tepat sebelum sebuah pemukul mengeluarkan suara, tulang-belulang kecil telinga bagian dalam terpisah untuk mengurangi sensitivitas pendengaran hewan sehingga tidak menusuk dirinya sendiri.

Begitu otot laring berkontraksi, telinga tengah relaks dan telinga bisa menerima gema.

JENIS EKOLOKASI

Ada dua jenis utama Ekolokasi :

  • Ekolokasi siklus rendah memungkinkan kelelawar memperkirakan jarak dari objek berdasarkan perbedaan antara waktu suara dipancarkan dan saat gema kembali. Panggilan yang dilakukan kelelawar untuk bentuk echolocation ini adalah suara udara paling keras yang dihasilkan oleh binatang manapun. Intensitas sinyal berkisar antara 60 sampai 140 desibel, yang setara dengan suara yang dipancarkan oleh detektor asap 10 sentimeter jauhnya. Panggilan ini bersifat ultrasonik dan umumnya berada di luar jangkauan pendengaran manusia. Manusia mendengar dalam rentang frekuensi 20 sampai 20.000 Hz, sementara microbats mengeluarkan panggilan dari 14.000 ke lebih dari 100.000 Hz.
  • Ekolokasi siklus tugas tinggi memberi informasi kelelawar tentang gerakan dan lokasi mangsa tiga dimensi. Untuk jenis echolocation ini, sebuah kelelawar mengeluarkan panggilan terus-menerus sambil mendengarkan perubahan frekuensi gema yang kembali. Kelelawar menghindari memekakkan telinga dengan memancarkan panggilan di luar jangkauan frekuensi mereka. Gema lebih rendah pada frekuensi, berada dalam kisaran optimal untuk telinga mereka. Perubahan kecil frekuensi mungkin terdeteksi. Misalnya, kelelawar tapal kuda bisa mendeteksi perbedaan frekuensi sekecil 0,1 Hz.

Sementara kebanyakan panggilan batuan bersifat ultrasonik, beberapa spesies memancarkan klik Ekolokasi yang terdengar. Kelelawar yang terlihat (Euderma maculatum) membuat suara yang menyerupai dua batu saling bersentuhan. Kelelawar mendengarkan penundaan gema.

Panggilan kelelawar yang rumit, umumnya terdiri dari campuran frekuensi konstan (CF) dan frekuensi termodulasi (FM) panggilan. Panggilan frekuensi tinggi sering digunakan karena mereka menawarkan informasi rinci tentang kecepatan, arah, ukuran, dan jarak mangsa. Frekuensi rendah melakukan perjalanan lebih jauh dan terutama digunakan untuk memetakan benda tak bergerak.

SENSOR BATU LAIN YANG TIDAK LUAR BIASA

Selain Ekolokasi , kelelawar menggunakan indera lainnya yang tidak tersedia untuk manusia. Microbats bisa melihat di tingkat cahaya rendah. Tidak seperti manusia, ada yang melihat sinar ultraviolet. Pepatah “buta seperti kelelawar” tidak berlaku untuk megabats sama sekali, karena spesies ini juga melihat, atau lebih baik dari pada manusia. Seperti burung, kelelawar bisa merasakan medan magnet. Sementara burung menggunakan kemampuan ini untuk merasakan garis lintangnya, kelelawar menggunakannya untuk memberi tahu utara dari selatan.

References

  • Corcoran, Aaron J.; Barber, J. R.; Conner, W. E. (2009). “Tiger moth jams bat sonar”. Science. 325 (5938): 325–327.
  • Fullard, J. H. (1998). “Moth Ears and Bat Calls: Coevolution or Coincidence?”. In Hoy, R. R.; Fay, R. R.; Popper, A. N. Comparative Hearing: Insects. Springer Handbook of Auditory Research. Springer.
  • Nowak, R. M., editor (1999). Walker’s Mammals of the World. Vol. 1. 6th edition. Pp. 264–271.
  • Surlykke, A.; Ghose, K.; Moss, C. F. (April 2009). “Acoustic scanning of natural scenes by echolocation in the big brown bat, Eptesicus fuscus”. Journal of Experimental Biology. 212 (Pt 7): 1011–20.