Penyakit ikan dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan suatu fungsi atau struktur dari alat tubuh atau sebagian alat tubuh, baik secara langsung maupun tidak lansung. Pada prinsipnya penyakit yang menyerang ikan tidak dating begitu saja, melainkan melalui proses hubungan antara tiga faktor, yaitu kondisi lingkungan (kondisi di dalam air), kondisi inang (ikan), dan adanya jasad pathogen (jasad penyakit). Dengan demikian timbulnya serangan penyakit itu merupakan hasil dari interaksi yang tidak serasi antara lingkungan, ikan, dan jasad/ organisme penyakit. Interaksi yang tidak serasi ini menyebabkan stress pada ikan, sehingga mekanisme pertahanan diri yang dimilikinya menjdi lemah dan akhirnya mudah diserang penyakit.

Manusia memegang peranan penting dalam upaya mencegah terjadinya serangan penyakit pada ikan budidaya, baik di kolam, keramba, tambak, maupun di wadah budidaya lainnya, yaitu dengan cara memelihara keserasian interaksi antara tiga komponen di atas. Ini berarti kerugian yang diderita karena serangan penyakit sebenarnya dapat dihindari apabila petani mempunyai pengetahuan yang memadai mengenai cara menjaga keserasian antara ketiga komponen penyebab penyakit itu.

Penyebab penyakit pada ikan atau peristiwa yang memicu terjadinya penyakit antara lain sebagai berikut :

1. Stress

Semua perubahan pada lingkungan dianggap sebagai penyebab stress bagi ikan dan untuk itu diperlukan adanya adaptasi dari ikan. Beberapa faktor stress, misalnya suhu air dan salinitas, bisa menyebabkan meningkatnya metabolism ikan, bila ikan dipindahkan dari air tawar yang salinitasnya 0 ppt ke tambak atau laut yang salinitasnya di atas 20 ppt tidak secara bertahap maka ikan akan mengalami kesulitan beradaptasi. Faktor lain misalnya transportasi, dapat menyebabkan tekanan pada system kekebalan dan menghasilkan bermacam penyebab meningkatnya penyakit dan kematian pada ikan. Oleh karena itu kadang-kadang ikan diberi obat penenang sebelum ditransportasikan. Ada juga stres disebabkan dari segi makanan atau pakan yang diberikan, seperti yang terjadi pada ikan lele, jika ikan muda (0,5-5,0 gram) diberi makanan lebih dari 5% berat tubuh segar per hari, usus bagian belakang atau bagian tengah pecah menimbulkan penyakit pada peritoneum. Kemudian timbul radang pada dinding perut yang menyebabkan luka yang berasal dari dalam.

Untuk mengurangi stres pada saat penebaran benih harus hati-hati, ikan yang baru ditangkap atau baru didatangkan tidak boleh langsung dicampurkan dengan ikan-ikan yang lama, namun perlu dilakukan adaptasi suhu terlebih dahulu.

2. Kekurangan gizi

Ikan yang kekurangan gizi juga merupakan sumber dan penyebab penyakit. Pakan yang kandungan proteinnya rendah akan mengurangi laju pertumbuhan, proses reproduksi kurang sempurna, dan dapat menyebabkan ikan menjadi mudah terserang penyakit. Kekurangan lemak atau asam lemak akan menyebabkan pertumbuhan ikan terhambat, kesulitan reproduksi, dan warna kulit yang tidak normal. Kekurangan karbohidrat dan mineral jarang terjadi, kecuali yodium yang dapat menyebabkan gondok. Kekurangan vitamin dapat mengakibatkan pertumbuhan menurun, mata ikan redup, anemia, kulit pucat, dan pertumbuhan tulang belakang kurang baik.

Pakan yang tidak seimbang atau komponennya berlebihan juga dapat menimbulkan masalah, seperti kelebihan protein dan lemak dapat menimbulkan penimbunan lemak di hati dan ginjal (lipoid liver degeneration) sehingga ikan menjadi gemuk, nafsu makan berkurang, dan bengkat di sekitar perut. Dan kelebihan karbohidrat juga dapat menyebabkan penimbunan lemak di hati dan organ dalam lainya, rongga perut melebar, insang menjadi pucat, telur tertahan, dan kualitasnya menurun.

Pencegahan dilakukan dengan memberikan ikan makanan yang mengandung gizi lengkap, tidak kelebihan gizi, pemberian makanan cukup, tepat waktu, dan makanan tidak mengandung bahan beracun.

3. Pemberian pakan yang berlebihan

Selain kekurangan gizi sebagai pengebab mudahnya ikan terserang penyakit, pemberian makanan juga mengakibatkan hal yang sama. Ada dua kejadian yang berbahaya bila ikan diberikan pakan yang berlebihan, yaitu ikan mengalami kekenyangan yang berlebihan sehingga usus ikan mudah pecah dan penurunan kualitas air.

Pakan yang berlebihan yang tidak habis dimakan oleh ikan akan tertimbun didasar kolam dan tambak. Dengan demikian akan mempercepat penurunan kualitas air, karena pakan merupakan sumbernbahan organik yang mengalami dekomposisi (terutama protein) akan menjadi ammonia. Sedangkan konsentrasi ammonia yang berlebihan dapat menyebabkan timbulnya keracunan pada ikan.

4. Keracunan

Keracunan yang bayak dikenal adalah yang disebabkan oleh ion NO2– dan NH3. Tetapi ini terjadi hanya pada kondisi lingkungan tertentu, misalnya penimbunan lumpur dan sisa pakan yang banyak dikolam atau tambak. Gangguan kesehatan lainnya yang sangat tergantung pada keadaan fisik adalah trauma gelembung gas atau disebut GBT (Gas Bubble Trauma). Penyakit ini terjadi karena air terlalu jenuh dengan gas-gas terutama nitrogen. Tetapi trauma gelembung gas atau GBT juga bisa terjadi karena terlalu jenuhnya oksigen. Terlalu jenuhnya darah dengan gas bisa terjadi misalnya karena penggunakan air yang dipanaskan, air yang disediakan melalui tekanan yang berlebihan, dan pengaliran air menggunakan pompa-pompa yang rusak dan berlubang. Didalam tubuh ikan, dengan kejenuhan darah seperti tersebut di atas, akan timbul suatu gelembung udara dengan tingkat tertentu dan hal ini akan menyumbat kapiler-kapiler darah. Pecahnya kapiler-kapiler ini menghasilkan hemoragik.

Selain keracunan yang disebutkan di atas, kerucunan juga bisa berasal dari pakan. Misalnya dari bahan baku yang digunakan, aktivitas mikroorganisme yang mencemari pakan dan penurunan/ pengrusakan komponen pakan selama penyimpanan. Ketengikan lemak dapat merusak fungsi hati ikan. Mycotoksin dai Aspergilus flavus dapat menyebabkan tumor hati. Beberapa senyawa lainnya yang tidak beracun tetapi dapat menurunkan kualitas pakan antara lain enzim thiaminase yang dapat merusak thiamin (vitamin B1), trypsin inhibitor yang dapat menghambat aktivitas enzim tripsin.

Keracunan juga bisa berasal dari limbah baik limbah rumah tangga seperti ditergen, limbah pertanian seperti pestida maupun limbah industry seprti Cu, Cd, dan Hg serta berbagai bahan pencemaran lainnya. Kesemuanya ini pada konsentrasi tinggi dapat membahayakan ikan dan para pengkonsumsi ikan.

5. Memar dan luka

Ikan mengalami memar dan luka karena saling mengigit atau penangganan yang kurang baik. Penyakit ulcus syndrome pada ikan kerapu yang diidentifikasikan disebabkan oleh bakteri vibrio sp. (vibriosis) berawal dari memar dan luka pada ikan (Anonim, 1994).

Selama pengangkutan perlu diperhatikan agar kondisi lingkungan dalam media pengangkut tetap baik, sehingga ikan tidak mengalami gangguan. Untuk menjaga kondisi media pengangkut tetap baik, perlu diperhatikan waktu pengangkutan, jumlah ikan yang diangkut, dan jarak yang ditempuh. Di dalam wadah pengangkut, ukuran ikan harus seragam, terutama ikan-ikan yang mempunyai sifat kanibal (saling memangsa) seperti ikan kerapu, kakap, kuwe, gabus, dan ikan-ikan karnivor lainya. Hal ini perlu diperhatikan agar tidak terjadi saling menyerang antara ikan yang dapat menyebabkan memar dan luka pada ikan. Sebab ikan yang memar dan luka hanya cepat stres, tetapi bagian tubuh yang memar dan luka merupakan media potensial untuk diserang penyakit.

6. Cacat

Ikan cacat akan kesulitan memperoleh makanan, baik karena pergerakannya lambat atau karena kecacatannya sehingga mengalami kekerdilan. Dan karena itu, sulit bersaing terutama dalam memperoleh makanan. Walaupun demikian ikan cacat bukan hanya merupakan penyakit (non-infeksi) bawaan, tetapi juga karena perlakuan pembenih yang tidak tepat. Misalnya, ikan yang mempunyai kebiasaan memakan makanan di dasar perairan, oleh pembenih diberikan makanan terapung. Perlakuan seperti ini akan menyebabkan ikan menderita mata juling. Begitu juga ikan yang mengalami pembengkokan tulang. Mungkin saja telur ikan ditetaskan terserang penyakit terlebih dahulu sebelum menetas. Oleh karena itu, pembenih juga harus dapat memastikan media air yang digunakan maupun telur yang hendak ditetaskan adalah dalam kondisi optimal.

7. Kualitas air

Bila kualitas air tidak dalam kondisi optimum untuk keperluan kehidupan ikan, misalya tingkat bahan organik di dasar kolam atau tambak yang tinggi. Kualitas air juga mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan sito-patologi dan histo-patologi pada ikan. Kosentrasi amonia yang tinggi bisa menyebabkan perubahan histologis pada jaringan insang walaupun secara lambat tetapi terus menerus.

Menjaga agar kualitas air tetap optimum bagi kebutuhan ikan yang dibudidayakan, berarti menjaga kesehatan ikan dan mencegah serangan penyakit. Kualitas air yang optimum dapat dipertahankan dari kegiatan memilih lokasi yang ideal, menggunakan dan membuat wadah budidaya yang cocok, dan melaksanakan pengololaan usaha budidaya ikan secara benar, seperti memilih benih yang berkualitas, pemberian pakan yang cukup dan bermutu serta tepat waktu, pergantian air, pengelolaan tanah, dan sebagainya.

9. Hama

Penyakit juga dapat disebabkan oleh hama yang secara sengaja maupun tidak sengaja masuk ke dalam wadah pemeliharaan. Hama selain mengganggu ikan pemeliharaan dalam bentuk memangsa, menyaingi, dan merusak wadah budidaya, juga dapat membawa organisme penyakit seperti virus, perasit, bakteri atau jamur. Ikan pemeliharaan yang terluka akibat terserang pemangsa akan mudah stres, dan bagian yang memar atau terluka merupakan media yang potensial terjadinya serangan penyakit infeksi.

Kesimpulan

Penyakit ikan merupakan salah satu masalah yang sering dijumpai dalam usaha budidaya ikan, dan dapat menyebabkan kegagalan dalam budidaya ikan. Penyakit ikan erat hubungannya dengan lingkungan dimana ikan berada. Dalam pencegahan dan pengobatan penyakit, selain dilakukan pengendalian terhadap lingkungan, juga perlu diketahui hal-hal yang bersangkutan dengan timbulnya penyakit ikan.

Jadi pada prinsipnya, penyakit yang menyerang ikan tidak datang begitu saja. Melainkan melalui proses hubungan antara tiga faktor, yaitu kondisi lingkungan (kondisi di dalam air), kondisi inang (ikan), dan adanya jasad pathogen (jasad penyakit). Dengan demikian timbulnya serangan penyakit itu merupakan hasil dari interaksi yang tidak serasi antara lingkungan, ikan, dan jasad/ organisme penyakit.