Budidaya ulat hongkong memiliki prospek yang tinggi untuk meraup pundi-pundi Rupiah. Teknik budidayanya pun mudah, bahkan ia bisa diternakan di daerah dataran tinggi yang sejuk maupun di daerah dataran rendah yang suhunya panas. Sebagai pakan burung, ulat hongkong rutin dibutuhkan setiap hari. Jadi, pemasarannya relatif gampang dan stabil permintaannya. Anda tertarik menternakannya? Simak ulasan berikut ini.

Kunci sukses ternak ulat hongkong

Kunci sukses ternak ulat hongkong terletak pada pengaturan suhu ruangan tempat budidaya yang sesuai untuk kehidupan larva-larva. Itulah kenapa, kumbung atau rumah budidaya harus bisa meredam panas matahari. Oleh karena itu, pemilihan bahan-bahan konstruksi rumah budidaya sangat penting. Pilihlah atap yang berbahan dari genteng, asbes atau daun rumbia. Dinding terbuat dari tembok lebih disarankan dibandingkan dengan dinding terbuat dari papan kayu atau anyaman bambu.

Memilih Indukan dan Tempat Budidaya Ulat Hongkong

Langkah selanjutnya dari budidaya ulat hongkong yaitu pemilihan induk yang berkualitas. Indukan ulat hongkong yang berasal dari daerah dataran tinggi biasanya berumur lebih panjang. Sedangkan indukan yang berasal dari dataran rendah yang panas biasanya berumur lebih pendek sekitar 1.5-2 bulan saja. Untuk keperluan manajemen budidaya, tentunya harus disiapkan indukan baru setiap minggunya.

Kumbang indukan dewasa yang siap kawin dan siap bertelur ditandai dengan warnanya yang hitam dan sudah berukuran sekitar kuku jari kelingking. Calon kumbang indukan ini ditaruh di bak plastik atau kotak kayu berukuran 50 cm x 33 cm x 10 cm yang bagian dasarnya dialasi dedak kering. Dedak ini berfungsi sebagai tempat hidup dan sebagai pakan. Tiap kotak bisa menampung kumbang indukan sebanyak 1000 ekor. Kumbang indukan ini nantinya akan bertelur dalam waktu sekitar 2 minggu.

Memelihara Telur di Tempat Budidaya Ulat Hongkong

Setelah indukan kumbang bertelur, langkah selanjutnya yaitu mengayak dedak untuk memisahkan telur dan kumbangnya. Telur dan dedak yang berjatuhan dari ayakan ditampung ke dalam wadah baru. Telur-telur ini akan menetas dalam waktu 5-7 hari. Lakukan pengontrolan populasi ulat setiap saat. Pada saat ulat berukuran 1 cm, lakukan pengayakan untuk memisahkan ulat dan dedak. Dedak dibuang dan ulat ditaruh ke dalam bak plastik lainnya yang berukuran sama. Kepadatan populasi tiap bak plastik budidaya ulat hongkong maksimal 500 gram.

Susunlah bak-bak tersebut dengan tumpukan sekitar 10-20 buah. Tempat penyimpanan hendaknya diletakkan di tempat agak gelap. Hal ini karena sesuai dengan sifat perilaku ulat yang akan lebih giat makan ditempat gelap.  Dosis pemberian pakan sebanding dengan total bobot ulat-ulat dalam bak. Misalnya, komposisi pakan dalam sehari berupa 5-6 ons dedak yang dicampur dengan air hingga mencapai bobot 1 kg. Pemberian pakan tidak dalam satu waktu sekaligus. Lakukan pemberian pakan 2-3 kali sehari. Untuk pakan tambahan bisa diberikan sawi putih dan mentimun secukupnya sebagai penggantian air minum.

Pemeliharaan selama 3 minggu akan menghasilkan ulat-ulat hongkong seukuran 3-3,5 cm. Ulat-ulat seukuran ini siap dijual. Tiap kali metamorphosis diperlukan waktu 2 bulan. Tiap 1 kg kumbang indukan bisa menghasilkan ulat sekitar 3 kg tiap minggunya. Budidaya ulat hongkong tak akan pernah surut karena penggemar burung semakin meningkat dari tahun ke tahun. Jakarta saja membutuhkan pasokan ulat hongkong sebanyak 0,5-1 ton per hari. Belum dengan daerah-daerah lainnya.