Ingin memelihara binatang ? apakan teman-teman tahu bagiamana hukum memelihara binatang menurut ajaran islam ? lali apa saja kewajiban atau syarat yang harus dipenuhi dalam memelihara hewan ? berikut hukum dan syarat memelihara binatang / hewan dalam ajaran Islam :

1. Tidak termasuk jenis hewan Babi dan Anjing

Binatang yg dipelihara itu bukan babi dan Anjing. Karena ia kotor (najis) dan haram dikonsumsi dan diperjualbelikan, kecuali jika tujuan memelihara anjing adalah untuk berburu atau penjaga ladang atau hewan ternak, maka ini hukumnya boleh.

Hal ini berdasarkan firman Allah yg artinya:

dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang-binatang buas yang telah kamu ajarkan dengan melatihnya untuk berburu, kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya). Dan bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya”. (QS. Al-Maidah: 4)

Dan berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:

مَنِ اقْتَنَى كَلْبًا إِلاَّ كَلْبَ صَيْدٍ أَوْ مَاشِيَةٍ نَقَصَ مِنْ أَجْرِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطَانِ.متفق عليه

Barang siapa memelihara anjing selain anjing berburu atau penjaga hewan ternak, maka pahalanya akan berkurang setiap hari sebesar dua qirath (1 qirath sebesar gunung uhud).” (HR. Bukhari no.2322 dan Muslim no.1571-1575).

Adapun jika tujuan memelihara anjing hanya sebagai hobi atau kebanggaan saja, maka hukumnya HARAM karena hal itu termasuk perbuatan tasyabbuh (meniru-niru) terhadap kebiasaan orang2 non muslim yg tlh diharamkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam di dlm hadits yg shohih, beliau bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

”Barangsiapa yang meniru-niru (kebiasaan) suatu kaum maka ia termasuk dari mereka.” (HR. Abu Daud no.4031, Ahmad II/50 no.92 dengan tambahan padanya, ath-Thabrani dalam Ausath no. 8327, dan derajat hadits ini Hasan. Lihat: Fathul Bari X/271, Majma’ Zawaid X/271, Faidhul Qadir VI/104-105).

2. Kewajiban untuk memberi makanan dan minuman yang layak serta tidak menyakiti dan menyiksa hewan atau binatang yang dipelihara

Hal ini berdasarkan hadits shohih yg diriwayatkan oleh Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Dakholat imro’atun an-naaro Li hirrotin habasatha, La Hiya ath’amatha wa La hiya tarokatha ta’kulu min khosyaasyil ardhi.

Artinya: “Seorang wanita masuk Neraka karena seekor kucing yang disekapnya. Dia tidak memberinya makan dan tidak membiarkannya makan serangga bumi.” (HR. Bukhari)

Di dalam riwayat lain, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda (yg artinya):

“Seorang wanita disiksa karena seekor kucing yang dia kurung sampai mati. Dia masuk Neraka karenanya. Dia tidak memberinya makan dan minum sewaktu menyekapnya. Dia tidak pula membiarkannya makan serangga bumi.” (HR. Bukhari)

3) Tidak memperjual belikan binatang piliharaan Jika termasuk binatang yang haram dimakan seperti kucing, anjing, babi, ular, kodok, dan lain sebagainya

Hal ini berdasarkan hadits shohih berikut ini:

عن أبي الزبير قال سألت: جابرا عن ثمن الكلب والسنور؟ قال: زجر النبي عن ذلك. رواه مسلم

Abu Az-Zubair, menuturkan: Saya pernah bertanya kepada sahabat Jabir tentang hasil penjualan anjing dan kucing?

Ia menjawab: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang hal itu.” (HR. Muslim).

Dan diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu anhuma, ia berkata: “bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam melarang jual beli anjing dan kucing.” (HR. Abu Daud)

Dan diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu anhuma, ia berkata: “bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam melarang memakan kucing dan memakan hasil penjualannya.” (HR. Baihaqi).

Dan binatang apapun yg haram dikonsumsi dlm agama Islam maka haram pula hasil penjualannya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:

إِنَّ الله إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَيءٍ حَرَّمَ عَلَيهِمْ ثَمَنَهُ

“Sesungguhnya apabila Allah telah mengharamkan atas suatu kaum untuk memakan sesuatu, pasti Dia mengharamkan pula atas mereka hasil penjualannya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan diShohihkan oleh Ibnu Hibban).