Terlepas dari najis dan air liurnya, anjing memanglah hewan yang istimewa. Kemampuan penciumannya membuat anjing seringkali dipakai untuk berburu dan melacak sesuatu. Dengan keistimewaan anjing-anjing tertentu itu, sekalipun airnya tetap najis Allah SWT membolehkan untuk memelihara anjing-anjing tertentu. Khususnya anjing-anjing yang bisa dilatih untuk keperluan, misalnya berburu atau menjaga keamanan.

Allah SWT berfirman:“Mereka menanyakan kepadamu: ‘Apakah yang Dihalalkan bagi mereka? Katakanlah: ‘Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya). dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat cepat hisab-Nya.’” (QS. Al Ma-idah: 4)

Pemanfaatan anjing untuk kemaslahatan umum kaum muslim semisal untuk melacak obat-obatan terlarang itu dibolehkan jika memang banyak manfaatnya. Karena ini seperti halnya anjing yang menjaga tanaman atau hewan ternak. Begitu pula anjing ini bukan berada dekat dengan manusia seperti halnya anjing yang dipelihara di rumah. Anjing pelacak ini biasanya jauh dari manusia, terlebih anjing tersebut sangatlah galak sehingga bisa membahayakan manusia.

Meski anjing memiliki banyak keistimewaan dibanding hewan lain tak berarti kita bebas membawa hewan lain ke dalam rumah kita apalagi memeliharanya tanpa alasan yang dibenarkan syariat agama. Rasulullah bersabda: “Rumah mana saja yang memelihara anjing selain anjing untuk menjaga binatang ternak atau anjing untuk berburu, maka amalannya berkurang setiap harinya sebanyak dua qiroth (satu qiroth adalah sebesar gunung uhud).” (HR. Muslim)

Malaikat rahmat pun tidak akan mendampingi suatu kaum yang terdiri atas orang-orang yang berteman dengan anjing. Abu Haurairah Radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) : “ Malaikat tidak akan menemani kelompok manusia yang di tengah-tengah mereka terdapat anjing”. (Hadits Riwayat Muslim)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits shahih, “Sesungguhnya para malaikat tidak masuk suatu rumah yang di dalamnya ada anjing.” (Diriwayatkan Ath Thabrany). Dari Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya para malaikat tidak masuk suatu rumah yang di dalamnya ada anjing dan gambar.” (Diriwayatkan Ibnu Majah).

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Istilah “Tidak masuk” di sini secara zhahirnya bersifat umum. Ada yang berpendapat, ada pengecualian untuk para malaikat penjaga yang memang tidak pernah berpisah dari manusia dalam keadaan bagaimana pun. Pendapat ini ditegaskan Ibnu Wadhdhah, Al-Khaththaby dan lain-lainnya. Sabda beliau, “Suatu rumah yang di dalamnya ada anjing”, yang dimaksudkan rumah di sini adalah tempat tinggal seseorang, baik berupa bangunan permanen atau pun kemah atau lainnya. Menurut zhahirnya bersifat umum, berlaku untuk semua anjing, karena di sini disebutkan tanpa indikasi tertentu. Al-Qurthuby berkata, “Ada perbedaan pendapat tentang makna anjing itu, sehingga para malaikat tidak masuk rumah yang ia ada di dalamnya. Ada yang berpendapat, karena keadaannya yang najis. Ada pula yang berpendapat, karena ia termasuk syetan. Ada pula yang berpendapat, karena najis yang dikaitkan dengannya.”

Dari Aisyah Radhiyallahu Anha, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berjanji dengan Jibril untuk bertemu pada waktu yang telah ditentukan bahwa dia (Jibril) akan menemui beliau. Maka waktu yang telah dijanjikan itu pun tiba, namun Jibril tidak datang pula. Aisyah berkata, “Saat itu di tangan beliau ada tongkat, lalu beliau membuangnya.” Beliau bersabda, “Allah tidak akan mengingkari janji-Nya.” Kemudian beliau menengok, dan pandangannya terpaut pada anak anjing di bawah tempat tidurnya.

Beliau bertanya, “Kapan anjing ini masuk ke sini?”

“Demi Allah, aku tidak tahu,” jawabku.

Maka beliau memerintahkan untuk mengeluarkan anak anjing itu. Maka ketika Jibril sudah datang setelah itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Engkau telah berjanji kepadaku, lalu aku duduk menunggumunamun engkau tidak datang.”

Jibril menjawab, “Anjing yang ada di dalam rumahmu telah menghalangiku. Sesungguhnya kami tidak memasuki suatu rumah yang di dalamnya ada anjing dan tidak pula gambar.” (Diriwayatkan Muslim).

Para malaikat juga tidak menyertai serombongan orang yang di tengah mereka ada anjing. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Para malaikat tidak menyertai segolongan orang yang di tengah mereka ada anjing atau pun lonceng.” (Diriwayatkan Muslim).

Al-Imam An-Nawawy berkata, di dalam hadits ini terkandung kemakruhan membawa serta anjing dan lonceng dalam suatu perjalanan, karena para malaikat tidak mau menyertai suatu rombongan, yang salah satu anggotanya adalah anjing. Yang dimaksudkan para malaikat di sini adalah malaikat rahmat, bukan malaikat penjaga.

Ini yang berkaitan dengan masalah memelihara anjing. Sedangkan harga yang diperboleh dari anjing, entah dengan membeli atau menjual, telah disebutkan beberapa nash yang menyebutkan pengharamannya. Al-Imam Al-Baghawy berkata, “Harga anjing adalah haram menurut mayoritas para ulama. Itu sama dengan uang dari dukun atau maskawin dari hasil melacur.” Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata, “Ia termasuk siksaan.”

Al-Imam Al-Baghawy juga berkata di dalam mukhtashar Sunan Abu Daud, “Larangan harga dari anjing menunjukkan tidak sahnya membeli anjing. Kalau memang akad jual belinya benar, maka menyerahkan harga diwajibkan , diperintahkan dan tidak dilarang. Larangan ini menunjukkan pembelian pun juga harus dinyatakan gugur. Sebab pembelian berlaku terhadap sesuatu dengan harga tertentu pula. Jika harganya gugur, barang yang dihargai juga gugur.”

Dari Abu Juhaifah Radhiyallahu Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “melarang harga anjing, harga darah dan mata pencaharian dengan pelacuran.” (Ditakhrij Al-Bukhary, Ahmad dan Al-Baihaqy). Dari Jabir Radhiyallahu Anha, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “beliau melarang harga anjing dan harga kucing.” (Ditakhrij Ahmad dan Al-Hakim). Dari Abu Mas’ud Radhiyallahu Anha, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “melarang harga anjing, mas kawin dari pelacuran dan upah dukun.” (Ditakhrij Al-Bukhary dan Muslim).

Harga anjing adalah haram

Menurut zhahir hadits-hadits ini, harga anjing adalah haram. Menurut Al-Hasan, Rabi’ah, Hammad bin Abu Sulaiman, Al-Auza’y, Asy-Syafi’y, Ahmad, Abu Daud dalam sebuah riwayat, bahwa harga anjing itu haram. Ibnu Qudamah berkata, “Tidak ada perbedaan pendapat bahwa menjual anjing adalah haram, seperti apa pun keadaannya. Sementara Abu Hurairah memakruhkan harga anjing dan memberikan keringanan secara khusus kepada anjing buruan. Ini juga berpendapat Atha’ dan An-Nakha’y. Sebagian rekan Malik berkata, bahwa anjing yang diperbolehkan untuk dipiara, dimakruhkan untuk dijual. Ahmad tidak memperbolehkannya untuk disewakan. Ini juga merupakan pendapat sebagian rekan Asy-Syafi’y. Sebagian yang lain tidak memperbolehkannya. Malik berkata di dalam Muwatha’, “Aku memakruhkan harga anjing, karena Rasulullah SAW melarang harga anjing.”

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anha, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Harga khamr itu haram, maskawin pelacur itu haram, harga anjing itu haram. Jika pemilik anjing datang kepadamu menawarkan harganya, maka penuhilah kedua tangannya dengan tanah. Khamr dan berjudi adalah haram, dan setiap yang memabukkan adalah haram.” (Ditakhrij Ahmad).

Dari Abu Rafi’ bin Khudaij Radhiyallahu Anha, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Harga anjing itu kotor, maskawin pelacur itu kotor dan mata pencaharian dari membekam itu kotor.” (Ditakhrij Muslim Ahmad, Abu Daud dan AT-Tirmidzy).

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Zhahir larangan ini menunjukkan pengharaman menjual anjing, yang bersifat umum berlaku untuk semua anjing, yang diketahui atau tidak diketahui, yang boleh dipiara atau tidak boleh dipiara.”

Namun begitu Ibnu Hajar juga berkata. “Menurut Ibnu Abdil-Barr, sehubungan dengan hadits-hadits ini ada anjing yang diperbolehkan untuk dimanfaatkan, yaitu anjing buruan atau untuk menjaga tanaman, dan dimakruhkan jika untuk selain itu. Yang juga termasuk dalam hal ini adalah penggunaan anjing untuk mendatangkan manfaat dan mengenyahkan mudharat, yang didasarkan kepada qiyas. Pemanfaatan anjing tidak untuk suatu keperluan adalah makruh, karena keberadaan anjing itu bisa membuat orang lain takut dan menghalangi masuknya para malaikat ke dalam rumah.”

Memelihara anjing bukan untuk berburu atau menjaga rumah juga mengurangi pahala pemiliknya. Boleh jadi hikmah di balik ini, karena anjing itu bisa menyalak di hadapan tamu dan membuat orang yang meminta-minta menjadi ketakutan.

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anha, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mengambil anjing kecuali anjing untuk menjaga tanaman atau anjing untuk berburu, maka setiap hari pahalanya dikurangi satu qirath.” (Ditakhirj Muslim dan Ahmad).

Pengarang Fadhul-Qadir berkata, “Artinya pahala amalnya. Di sini terkandung isyarat pengharaman memelihara anjing dan ancaman terhadap tindakan ini. Sebab pahala menjadi berguguran karena keberadaan anjing itu, dan ini terjadi setiap hari selagi anjing itu masih dipelihara. Adapun tentang ukuran qirath itu, merupakan ukuran yang ada di sisi Allah. Dampak lainnya, para malaikat tidak mau masuk ke dalam rumahnya dan menimbulkan mudharat terhadap orang yang lewat.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anha, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau melarang harga anjing, kecuali anjing untuk berburu. (Ditakhrij Al-Tirmidzy, hadits hasan).

Dari Jabir Radhiyallahu Anha, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang harga anjing, kecuali anjing untuk penunjuk jalan. (Ditakhrij Ahmad dan An-Nasa’y, hadits hasan).

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anha, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa memelihara anjing kecuali anjing untuk menggiring ternak atau anjing pemburu, maka (pahala) amalnya kurang dua qirath setiap hari.” (Ditkhrij Al-Bukhary, Muslim, Ahmad, At-Tirmidzy, An-Nasa’y dan Ibnu Majah).

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anha, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa memelihara anjing yang bukan anjing untuk berburu, menggiring ternak dan tidak pula untuk menjaga tanah, maka pahalanya berkurang dua qirath setiap hari.” (Ditkhrij Muslim, At-Tirmidzy dan An-Nasa’y).

Pengarang Syarhus-Sunnah berkata, “Ada yang berpendapat tentang pengkhususan anjing Madinah untuk dibunuh. Sebab Madinah merupakan tempat turunnya para malaikat yang membawa wahyu, sementara mereka tidak masuk suatu rumah yang di dalamnya ada anjing. Diriwayatkan dari Amr bin Dinar, dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahan untuk membunuh semua anjing kecuali anjing untuk berburu tau anjing untuk menjaga domba atau anjing untuk menggiring ternak.” (Diriwayatkan Muslim)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pernah mengatakan, “Malaikat Jibril datang kepadaku, kemudian ia berkata kepadaku, ‘Tadi malam saya datang kepadamu, tidak ada satupun yang menghalang-halangi aku untuk masuk, kecuali di pintu rumahmu ada patung dan didalamnya ada hijab yang bergambar, dan di dalam rumah itu ada pula anjing. Untuk itu perintahkanlah supaya kepala patung itu dipotong untuk dijadikan seperti keadaan pohon dan perintahkanlah pula supaya korden itu dipotong untuk dijadikan dua bantal yang diduduki, dan diperintakanlah anjing itu supaya dikeluarkan.”(HR. Abu Daud, Nasa`I, Turmudzi dan Ibnu Hibban)

Rasullullah pernah juga mengisahkan kepada para sahabatnya tentang seorang laki-laki yang menjumpai anjing di padang pasir, anjing itu menyalak-nyalak sambil makan debu karena kehausan. Lantas laki-laki tersebut menuju sebuah sumur dan melepas sepatuhnya kemudian dipenuhi dengan air, setelah itu minumlah anjing itu dengan puas.

Setelah itu Nabi bersabda, “Karena itu Allah berterima kasih kepada orang yang memberi pertolongan itu serta mengampuni dosanya.” (HR. Bukhari)

Larangan memelihara anjing di rumah

Dilarangnya memelihara anjing dalam rumah, bukan berarti kita bersikap keras kepada anjing atau kita diperiintah untuk membunuhnya. Sebab Rasulullah bersabda,

“Andaikata anjing-anjing itu bukan umat seperti umat-umat yang lain, niscaya saya perintahkan untuk dibunuh.”(HR.Abu Dauddan Turmidzi)

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim dan lain-lain, Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa memelihara anjing, selain anjing pemburu atau penjaga tanaman dan binatang, maka pahalanya akab berkurang setiap hari satu qirat.”(Riwayat Jamaah). Berdasarkan hadis tersebut, sebagia ahli fiqih berpendapat bahwa larangan memelihara anjing itu hanya makruh, bukan haram. Sebab kalau sesuatu yang haram sama sekali, tidak boleh diambil atau dikerjakan baik pahalanya itu berkurang atau tidak.

Adanya anjing dalam rumah seorang muslim, memungkinkan terdapatnya najis pada bejana dan sebagainya karena jilatan anjing itu. Rasulullah saw bersabda, “Apabila anjing menjilat dalam tempat airmu, maka cucilah tempat itu tujuh kali, salah satu di antaranya dengan tanah.” (HR. Bukhari).

Islam selalu meletakkan segala hal pada tempatnya yang seimbang dan benar sehingga tidak mengharamkan anjing. Akan tetapi, Islam membuat syarat-syarat khusus sehingga bibit penyakit yang mungkin dibawanya tidak menular kepada manusia. Di antara syarat-syarat tersebut adalah:

  1. Anjing yang dipelihara harus anjing yang sudah terlatih, terdidik, bersih dan tidak terjangkit penyakit.
  2. Memelihara bukan untuk kesenangan atau main-main.
  3. Memelihara untuk tujuan tertentu, seperti untuk menjaga rumah atau untuk berburu.
  4. Menyingkirkan anjing-anjing liar untuk berburu.

Hukum Memelihara Anjing Pemburu

Khusus untuk anjing yang dipelihara sebagai anjing pemburu, jika anjing itu memakan daging binatang buruannya, maka hewan hasil buruan tersebut-meski sempat disembelih- dikategorikan sebagai sisa makanan anjing. Oleh karenanya hukumnya adalah haram. Begitu juga saat melepas anjing untuk berburu tanpa menyebut asma Allah, hukumnya adalah haram. Hal ini disamakan dengan hukum melepaskan anak panah, tombak, pedang dan senjata lainnya.“Kalau kamu melepas anjing, kemudian anjing itu makan binatang buruannya, maka jangan kamu makan buruan itu sebab berarti anjing itu menangkap untuk dirinya sendiri. Tetapi jika kamu lepas anjing itu kemudian membunuh dan tidak makan, maka makanlah karena anjing itu menangkap untuk tuannya.” (HR. Ahmad)

Secara ilmiah cacing-cacing berbahaya dapat lebih bertahan hidup jika berada dalam perut anjing, diantara jenis itu adalah:

  1. Cacing pita jenis Dibeld Cuninam yang menyebabkan kerusakan alat pencernakan, pankreas, dan kantong empedu, terkadang juga masuk ke hati menembus lambung serta menyebabkan radang prostat.
  2. Cacing Miletbisip. Telur cacing ini keluar bersama kotoran anjing. Jika berpindah ke manusia, akan membentuk kantong dalam otak sehingga mengakibatkan terganggunya otak, tidak mampu melihat, atau keseimbangan tubuh akan hilang.
  3. Cacing pita yang dinamakan Taenia akinoks, yang dapat berpindah dengan mudah dari dubur anjing ke mulutnya sehingga mulutnya akan tercemar ribuan telur-telur cacing. Jika berpindah ke manusia akan menyebabkan penyakit hepatitis. Penyakit ini menyerang daerah hati, paru-paru, limpa, pankreas, otak dan tulang belakang.

Karena alasan-alasan di atas itulah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu mengkhususkan hidung dan mulut anjing sebagai tempat yang paling patut diwaspadai dibandingkan bagian-bagian tubuh yang lain. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehatkan agar mencuci wadah yang terkena jilatan anjing sebanyak tujuh kali dengan air bersih dimana salah satunya memakai debu. Sementara itu, mengenai bulu anjing menurut ahli fiqih yang terkuat hukumnya adalah suci. Tidak ada alasan menyatakannya najis.