Entah mengapa satwa mungil ini disebut burung gereja. Ada yang mengira, dahulu burung ini gemari hinggap di gereja-gereja peninggalan Belanda. Mereka berkembang biak, bikin sarang, dan mengasuh anaknya di bagian atas (atap) gereja.

Mereka tidak sering bikin sarangnya di pohon, seperti rutinitas burung-burung yang lain. Burung ini dapat tidak mencari makanan di atas pohon, tetapi di bawah. Terutama biji-bijian yang menebar di tanah, atau mengambil bulir-bulir padi yang mulai menguning di sawah.

Burung gereja memiliki warna bulu cokelat, dengan bintik-bintik hitam di bagian punggung dan bulu-bulu putih di bagian kepalanya. Sebagian orang menyebutnya burung emprit.

Mereka hidup berkelompok (koloni) dan sering berpindah dari satu gedung ke gedung yang lain. Migrasi umumnya berjalan perkembangbiakan selesai. Jadi setelah bertelur dan menetas, burung gereja akan mencari tempat lain.

Walaupun sudah akrab di telinga beberapa orang sejak mulai dulu, burung gereja tidak sering dipelihara beberapa kicau mania. Walau sebenarnya sampai saat ini populasinya di alam bebas tetap masih cukup banyak. Perkembangbiakannya termasuk juga cepat. Seekor induk betina bisa menghasilkan empat telur, dan semua menetas.

Mitos Burung Gereja Menambah Vitalitas

Apabila tidak ada peminat, mengapa masihlah ada pedagang yang menjualnya. Kenyataannya transaksi burung gereja diapit oleh mitos dan tuntutan vitalitas kelompok lelaki.

Ya, ada komunitas khusus yang masihlah memegang teguh kepercayaan leluhurnya. Konon, siapa yang melepas burung gereja ke alam bebas bisa buang sial, sekalian bisa mendatangkan rezeki yang berlimpah.

Menurut pedagang burung Gereja, daging burung gereja bisa tingkatkan kesehatan dan vitalitas para lelaki. Dagingnya sangat lezat dan gurih. Bahkan ada juga yang membuatnya sebagai master untuk burung ocehan yang lain.

Cara Menkonsumsi Burung Gereja untuk vitalitas

Cara pengolahannya pun cukup gampang, Tangkap dan potong burung gereja. Bila kamu seorang muslim,yang penting keluar darahnya pada saat menyembelihnya dan baca doa atau cukup di tembak dengan senapan angin yg sebelumnya telah membaca doa atau niatnya agar halal.

Mitos Minyak Burung Gereja untuk vitalitas menurut Islam

Ada beberapa metode yang bisa dilakukan oleh pria agar mendapat julukan pria perkasa atau lelaki jantan yang dapat memuaskan birahi seksual pasangannya salah satunya adalah tips dari Syekh Ahmad Bin Abdul Wahhab al-Bakriy yang terkenal dengan Syihabuddin an-Nuwairiy (wafat tahun 733 Hijriyah).

Dalam kitab Nihayatul Arab Fi Fununil Adab jilid 12 halaman 106, beliau menyebutkan cara yang sudah terbukti meningkatan daya tahan untuk mencegah orgasme terjadi lebih cepat dengan cara:

  1. Ambil beberapa Ashafir (bentuk plural Ushfur) yakni burung yang ukuran badannya kecil seperti: burung gereja, pipit, ciblek dan lain sebagainya lalu sembelih dan kumpulkan darahnya kemudian campurkan dengan kacang adas yang sudah ditumbuk dan diadu sampai rata lalu buatkan bulatan-bulatan sebesar kacang tanah dari adonan tersebut kemudian jemur di terik matahari.
  2. Apabila kamu ingin melakukan hubungan seks, maka ambil bulatan itu dan letakan di satu bejana lumerkan dengan minyak zaitun lalu borehkan di bagian kedua telapak kaki, maka alat vitalmu akan mengalami ereksi keras hingga mampu melakukan hubungan seks dalam durasi yang sangat lama. Batang penis yang kuat dan tahan lama mampu memberikan serangan bertubi-tubi menusuk lubang senggama wanita. Sehingga wanita tak kuasa menahan perasaan nikmat yang diberikan.
  3. Jangan heran, kalau telapak kaki yang dibolehkan ramuan tetapi dampaknya menjalar ke daerah alat vital. Lah kalau ada yang sakit bisulan kaga bae-bae dateng ke dokter yang disuntik pantatnya bukan kepalanya, padahal bisulnya di kepala kok disuntiknya lempengan paha.
  4. Kaifiat membolehkan kedua telapak kaki dengan ramuan tersebut hendaknya dilakukan di atas kasur. Upayakan setelah memborehkan kedua telapak kaki itu jangan sampai menepak bumi, jika kedua telapak kaki menepak bumi maka usaha kamu sia-sia.

Dikutip ulang dari kitab ittihaful amajid bi nafaisil fawaid karya Abu Mun’yah as-Sakunjiy at-Tijaniy jilid 2 halaman 253. Khadimul Majlis al-Mu’afah.