Puyuh merupakan ternak terkecil yang sering dimanfaatkan manusia. Cara beternak puyuh mudah dan puyuh bisa diambil dagingnya maupun telurnya. Umur puyuh bertelur yang bisa dibilang sangat muda dengan masa bertelur puyuh petelur yang sangat lama menjadikannya digemari para peternak. Usia puyuh mulai bertelur dan masa bertelur puyuh sangat ditentukan oleh banyak hal. Lalu kapan puyuh mulai bertelur dan berapa hari burung puyuh bertelur?

Burung puyuh secara normal dapat bertelur pada umur 40 hingga 45 hari. Setelah itu puyuh akan memasuki masa bertelur puyuh. Namun kapan puyuh mulai bertelur sangat dipengaruhi oleh banyak hal. Umur puyuh bertelur dapat lebih cepat dari 45 hari dan umur puyuh siap bertelur dapat lebih dari 45 hari.

Lalu berapa bulan puyuh bertelur atau jangka waktu puyuh bertelur? Masa bertelur puyuh dapat mencapai 13 bulan bahkan beberapa peternak memeliharanya hingga 1,5 tahun. Lama masa bertelur puyuh ini pun juga dipengaruhi oleh banyak hal yang akan kita bahas pada kesempatan ini. Baiklah akan kita bahas bagaimana cara beternak puyuh agar bertelur pada usia 40 hari dan memiliki masa bertelur puyuh yang panjang.

Cara beternak Puyuh petelur dengan memerhatikan ransum

aktor yang penting dalam cara beternak puyuh adalah ransum. Biaya ransum mencapai 70-80% dari total biaya produksi. Kandungan nutrien pada ransum harus mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan produksi ternak. Nutrien ransum yang paling berpengaruh adalah kandungan energi dan protein.

Puyuh akan mengalami keterlambatan masa pubertas atau masa dewasa jika kekurangan kandungan nutrien yang baik di dalam ransum. Puyuh harus mendapatkan nutrien yang tepat pada masing masing masa. Masa pemeliharaan puyuh dibagi menjadi fase starter, grower dan layer.

Kandungan energi pada ransum puyuh yang direkomendasikan National Research Council (1994) sebanyak 2.900 kkal/kg. Energi yang tinggi pada ransum dapat memicu terjadinya stres panas sebagai hasil dari proses metabolisme dan dapat menyebabkan performa ternak yang kurang optimal. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengatur level energi ransum dan melakukan suplementasi aditif pakan.

Pengaturan Cahaya agar Usia Puyuh Mulai Bertelur pada umur 40 Hari

Umur puyuh bertelur sangat ditentukan dari lamanya puyuh mendapatkan cahaya. Masa bertelur puyuh bertelur pun akan sangat dipengaruhi oleh cahaya sejak awal pemeliharaan. Terlalu banyak mendapat cahaya pada awal pertumbuhan menyebabkan usia puyuh siap bertelur menjadi maju. Namun ini tidak baik karena puyuh dewasa terlalu dini. Sedangkan jika kekurangan cahaya akan menyebabkan puyuh menjadi terlambat dewasa.

Ada banyak faktor faktor lain yang memengaruhi usia puyuh bertelur dan panjangnya masa bertelur puyuh. Berikut ini adalah cuplikan makalah yang berkaitan dengan cara beternak puyuh.

Cara Beternak Puyuh

Cara memelihara puyuh apabila kecernaan nutriennya tinggi maka penggunaan energi metabolis pada ransum lebih efisien. Penggunaan energi yang tepat mampu meningkatkan performa puyuh.

Puyuh merupakan ternak unggas kecil yang dipelihara sebagai ternak petelur maupun ternak pedaging. Puyuh yang biasa diternakkan di Indonesia adalah puyuh Coturnix coturnix japonica yang berasal dari Jepang (Hartono, 2004). Keunggulan burung puyuh petelur untuk beternak puyuh dibanding dengan ternak petelur yang lain adalah burung puyuh lebih cepat bertelur yaitu pada umur 35-42 hari. Harga telur puyuh yang lebih stabil dengan sistem pemeliharaan yang mudah dan sederhana menjadi alasan peternak untuk beternak puyuh petelur (Listyowati dan Roospitasari, 2000).

Ukuran tubuh puyuh betina lebih bear daripada puyuh jantan. Puyuh jantan memiliki bobot badansekitar 100-140 gram, sedangkan puyuh betina memiliki bobot badan sekitar 120-160 gram (Anggorodi, 1995). Puyuh jantan memilki suara yang melengking dengan warna bulu dada yang polos berwarna coklat muda. Puyuh betina memiliki corak bulu dada totol-totol coklat dengan suara yang lebih berat. Produksi telur puyuh dalam satu tahun sebanyak 250-300 butir (Nugroho dan Mayun, 1986).

Cara Membuat Ransum Puyuh

Ransum diberikan pada ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan produksi. Pemberian ransum disesuaikan dengan umur dan bobot badan puyuh agar lebih efisien (anggorodi, 1995). Pemeliharaan puyuh dibagi menjadi dua fase, yaitu fase pertumbuhan dan fase produksi. Fase pertumbuhan dibagi menjadi dua fase yaitu fase starter (0-3 minggu) dan fase grower pada umur 3-5 minggu (Djulardi et al., 2006).

Nutrien bahan pakan yang harus terpenuhi dalam menunjang pertumbuhan dan produksi puyuh adalah energi metabolisme. Puyuh pada fase starter membutuhkan energi sebanyak 2900 kkal/kg. Puyuh berumur 3-5 minggu kebutuhan energinya menjadi 2600 kkal/kg (Listyowati dan Roospitasari, 2000). Puyuh pada fase produksi (lebih dari 5 minggu) kebutuhan energinya menjadi 2700 kkal/kg (Standar Nasional Indonesia, 2006). Apabila energi yang diberikan kurang, puyuh akan mengkonsumsi pakan lebih banyak agar kebutuhan energinya terpenuhi (Wahju, 2004).

Betain

Zat aditif pakan merupakan bahan yang ditambahka ke dalam pakan dengan jumlah yang sedikit dan bukan sebagai sumber pakan. Zat aditif berfungsi untuk memengaruhi karakteristik pakan, meningkatkan kinerja, menjaga kesehatan tubuh dan memaksimalkan kualitas produk ternak (Standar Nasional Indonesia, 2006). Salah satu zat aditif pakan adalah betain, yang secara alami banyak terdapat pada tumbuhan dan jaringan hewan. Betain dalam bentuk murni terdiri dari betain anhidrous, betain monohidrat dan betain hidroklorid (Kidd et al., 1997).

Betain secara langsung dapat digunakan sebagai donor gugus metil, tetapi tidak seperti metionin dan kolin yang digunakan untuk fungsi fisiologis penting di dalam tubuh ( Metzler-Zebeli et al., 2009; Ratriyanto et al.,2009). Betain di dalam tubuh membantu system pencernaan makanan. Fungsi osmoregulator betain menjaga kondisi tubuh dari cekaman panas (Kidd et al., 1997).

Penelitian Nofal et al. (2015) menunjukkan bahwa suplementasi betain pada pakan mampu meningkatkan pertumbuhan, sistem imunologi dan fungsi fisiologis serta menurunkan suhu rektal pada ayam yang dipelihara pada suhu panas. Fungsi osmotik betain membantu ternak dalam sistem pencernaan, sehingga kecernaan nutriennya lebih efisien (Eklund et al., 2005).

Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum merupakan banyaknya pakan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan nutrien ternak (Anggorodi,1995). Pemenuhan energi unggas digunakan untuk keberlangsungan proses-proses biologis dalam tubuh unggas (Suprijatna et al., 2005). Jumlah ransum yang dikonsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kualita ransum, keadaan lingkungan, jenis kelamin, strain, kondisi kesehatan, bobobt badan, umur, aktivitas dan tingkat produksi telur (Yunianto, 2001).

Das et al. (2011) menyatakan bahwa peningkatan suhu tubuh dan lingkungan dapat menurunkan konsumsi pakan dan kebutuhan energi, tetapi tidak menurunkan kebutuhan nutrien lain seperti protein, mineral dan vitamin. Hasil penelitian yang dilakukan Mc. Devitt et al. (1999) bahwa puyuh yang disuplementasi betain dalam pakan sebanyak 0,5 g/kg mampu meningkatkan konsumsi ransum.

Enting et al. (2005) menyatakan bahwa suplementasi betain sebanyak 2 g/kg dapat meminimalkan stress panas karena energi tinggi sehingga konsumsi pakan meningkat. Menurut Kaur dan Mandal (2015) ransum dengan level energi metabolis sebesar 3100 kkal/kg, 2900 kkal/kg dan 2700kkal/kg pada puyuh berumur 0-3 minggu dan 0-5 minggu secara berturut-turut mampu meningkatkan konsumsi ransum.

Produksi Telur Puyuh

Burung puyuh betina mulai bertelur pada umur 35 hari, rata-rata 40 hari dan produksi telur sudah normal pada umur 50 hari (Woodard et al.,1973). Produksi telur pertama yang dihasilkan oleh induk muda yang baru mulai bertelur biasanya kecil dan memerlukan waktu yang lama untuk mencapai ukuran standar. Berat telurnya antara 8,25-10,1 g. Burung puyuh betina dapat bertelur antara 200-300 butir/tahun (Schaible, 1970).

Puncak produksi pada burung puyuh lebih lama daripada ayam. Suplementasi betain dapat menurunkan stress karena cekaman panas sehingga performa puyuh meningkat dan produksi telur tinggi (Hruby et al., 2005). Hasil penelitian terdahulu menyatakan bahwa suplementasi betain sebanyak 1,5 g/kg yang diapliasikan pada ayam petelur mampu meningkatkan produksi telur (Gudev et al., 2011).

Bobot Telur

Bobot telur adalah hasil dari sifat genetika kuantitatif atau sifat dengan heritabilitas tinggi, sehingga kurang dipengaruhi oleh lingkungan dan lebih mudah untuk meningkatkan bobot telur melalui manipulasi bobot telur pada strain burung oleh ahli genetika (North dan Bell, 1990). Sifat bobot telur mempunyai nilai heritabilitas (h) yang tinggi yaitu sebesar 60% (Noor, 2000).

Variasi bobot telur dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pola alami produksi telur, pakan dan menajemen pemeliharaan serta faktor lain yang berhubungan dengan genetik. Pola alami produksi telur yang biasa terjadi adalah telur puyuh saat permulaan bertelur berukuran kecil, ukuran telur membesar sesuai pertambahan umur dan akan mencapai besar yang stabil (Nugroho dan Manyun, 1986). Faktor lingkungan yang memengaruhi variasi telur adalah Kenaikan suhu lingkungan yang dapat menurunkan ukuran telur dan kualitas kerabang telur North dan Bell (1990).

Ukuran dan bobot telur sangat berhubungan dengan ukuran kuning telur dibandingkan faktor yang lain. Kuning telur bobotnya 22-25% dari bobot telur keseluruhan. Ukuran kuning telur tergantung dari ransum yang diberikan. pada burung puyuh yang berumur 8-9 minggu pada suhu 22,5-32oC (Eishu et al., 2005).

Konversi Ransum

Konversi ransum merupakan perbandingan jumlah konsumsi ransum dengan pertambahan bobot badan. Konsumsi ransum dipengaruhi oleh kualitas ransum. Ransum dengan kandungan nutrien tinggi dapat meminimalkan jumlah konsumsi ransum karena nutrien yang dibutuhkan puyuh sudah terpenuhi. Unggas akan berhenti mengkonsumsi ransum ketika kebutuhan nutriennya sudah tercukupi (North dan Bell, 1990). Ensminger (1992) menyatakan bahwa konversi ransum dipengaruhi oleh bangsa ternak, manajemen pemeliharaan, kesehatan ternak dan ransum yang diberikan. Apabila rasio menunjukkan angka yang kecil berarti penggunaan ransum lebih efisien.

Penelitian yang dilakukan Attia et al. (2005), suplementasi betain pada ransum ayam broiler mampu memperbaiki konversi ransum. Ransum dengan level energi metabolis sebesar 3100 kkal/kg, 2900 kkal/kg dan 2700kkal/kg secara berturut-turut mampu menurunkan konversi ransum pada puyuh berumur 0-3 minggu dan 0-5 minggu (Kaur dan Mandal, 2015). Suplementasi betain sebanyak 0,5 g/kg mampu mengefisiensi konversi ransum pada ayam broiler (Zhan et al.. 2006).
H. Rasio Efisiensi Energi

Rasio efisiensi energi merupakan banyaknya energi yang digunakan untuk pertumbuhan optimal puyuh (Kaur dan Mandal, 2015). Cheng et al. (1997) menyatakan bahwa rasio efisiensi energi merupakan hasil bagi antara pertambahan bobot badan dengan 100 kkal energi metabolis yang dikonsumsi. Menurut Kamran et al. (2008) Rasio Efisiensi didapat cara pertambahan bobot badan dikali 100 dibagi dengan total energi metabolis yang dikonsumsi.

Penelitian yang dilakukan Kaur dan Mandal (2015) pada puyuh yang diberi ransum dengan tingkat energi 2700 kkal/kg, 2900 kkal/kg dan 3100 kkal/kg menunjukkan hasil bahwa performa puyuh terbaik adalah pada pemberian energi metabolis sebesar 3100 kkal/kg. Penelitian tersebut dilakukan pada jdaerah subtropics. Menurut Cheng et al. (1997) pemberian ransum pada ayam broiler dengan level energi yang tinggi dapat mengakibatkan stress karena cekaman panas sehingga performa kurng optimal.

Cara Vaksin Puyuh

Vaksin yang diberikan adalah ND B1 dan ND La Sota. Vaksin diberikan kepada puyuh melalui air minum.

Pemberian Vitamin Puyuh

Pemberian vitamin pada penelitian ini diberikan melalui air minum. Pemberian antistres dilakukan sebelum dan sesudah vaksinasi.

Kandang Puyuh

Penelitian ini menggunakan 20 unit kandang koloni dengan ukuran panjang, lebar dan tinggi berturut-turut adalah 75×50×30 cm. Kandang yang digunakan dalam penelitian ini bertingkat 5.

Peralatan Ternak Puyuh

a. Tempat pakan dan minum

Tempat pakan yang digunakan merupakan tempat pakan yang terbuat dari bahan plastik sebanyak 60 buah yang ditempatkan 3 buah pada setiap kandang. Tempat minum yang digunakan terbuat dari bahan plastik sebanyak 40 buah yang ditempatkan 2 buah pada setiap kandang.

b. Termohigrometer

Termohigrometer yang digunakan adalah termohigrometer digital untuk mengukur kelembaban dan suhu di dalam dan luar kandang.

c. Timbangan

Timbangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital dengan kapasitas 5 kg dengan kepekaan 1 g untuk menimbang bahan pakan dan ransum. Timbangan digital kapasitas 500 g dengan kepekaan 0,1 g untuk menimbang puyuh dan telur. Timbangan dengan kapasitas 400 g dan kepekaan 0,01 g untuk menimbang betain, premix dan lisin.

d. Lampu pijar

Lampu yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 3 buah dengan daya 11 watt.

Cara Beternak Puyuh

1. Persiapan Kandang

Persiapan kandang dimulai dengan membersihkan kandang terlebih dahulu, kemudian dilakukan pengapuran serta desinfeksi pada dinding dan lantai kandang. Peralatan kandang seperti tempat pakan dan minum dicuci kemudian direndam dalam larutan antiseptik dan dikeringkan di bawah sinar matahari.

2. Persiapan Puyuh

Puyuh petelur umur 25 hari sebanyak 300 ekor terlebih dahulu ditimbang untuk mengetahui bobot badan awal pada saat penelitian. Puyuh didistribusikan ke dalam 20 unit kandang.

3. Penentuan Kandang

Penentuan kandang dilakukan secara acak yaitu dengan cara pengundian.

4. Penyusunan Ransum Perlakuan

Penyusunan ransum dilakukan dengan mencampur bahan pakan mulai dari proporsi terkecil hingga terbesar secara merata. Ransum dengan proporsi terkecil seperti limestone, dikalsium fosfat, lisin, dl-metionin, betain dan premix dicampur terlebih dahulu dengan cara memasukkan ke dalam kantong plastik kemudian digojok sampai homogen.

NaCl dicampur dengan bekatul secara merata. Jagung kuning, bekatul, tepung ikan dan bungkil kedelai dicampur dengan bahan lain yang telah homogen. Ransum perlakuan disusun dengan menambahkan betain sesuai level yang telah ditentukan. Suplementasi betain dilakukan dengan cara menukar (expense) komponen bekatul dengan betain sesuai prosedur dari Ratriyanto (2014).

Tahap Beternak Puyuh

Penelitian dilaksanakan melalui tiga tahap yaitu tahap adaptasi, perlakuan dan pengambilan data. Tahap adaptasi dilakukan pada puyuh berumur 25 hari. Tahap adaptasi dimaksudkan agar puyuh dapat menyesuaikan dengan lingkungan, kandang dan ransum. Ransum grower diberikan pada puyuh berumur 25-39 hari, selanjutnya pada umur 40-42 hari dilakukan pergantian ransum dengan komposisi ransum grower dan ransum layer (kandungan energi metabolisme 2900 kkal/kg) 50%:50%.

Ransum layer diberikan pada puyuh umur 43 hari. Pergantian ransum dengan perbandingan ransum layer dan ransum perlakuan adalah 50%:50% selama 3 hari dilakukan seteleh produksi lebih dari 10%. Pemberian air minum dan pakan secara ad libitum. Frekuensi pemberian pakan sebanyak dua kali per hari pada pukul 07.00 dan 13.30.

Tahap pengambilan data mulai dilakukan setelah produksi di atas 10%. Pengambilan data tersebut dilakukan selama dua periode dengan masing-masing periode yaitu 28 hari. Penimbangan sisa pakan untuk menghitung konsumsi dilakukan setiap hari dan diakumulasikan hasilnya setiap minggu. Jumlah telur yang dihasilkan dihitung dan ditimbang setiap hari. Perhitungan jumlah telur yang diproduksi dilakukan untuk menghitung produksi telur (Hen Day Production).

Perubah Penelitian

a. Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum (gram/ekor/hari) diperoleh dengan cara menghitung selisih antara jumlah ransum yang diberikan dengan jumlah sisa ransum (Sugiarto, 2008).

b. Produksi Telur

Hen Day Production dihitung dari jumlah telur yang dihasilkan setiap harinya dibagi dengan jumlah puyuh yang ada kemudian dikalikan 100% (Hertamawati, 2006).

c. Konversi Ransum

Konversi ransum diperoleh dengan cara membagi antara konsumsi ransum dengan massa telur (Sarwono, 2000).

d. Rasio Efisiensi Energi

Rasio Efisiensi Energi (REE) diperoleh dengan cara massa telur dibagi 100 kkal konsumsi energi (Kamran et al., 2008).

Cara Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis menggunakan analisis variansi untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati. Apabila terdapat pengaruh perlakuan maka dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan (Yitnosumarto, 1993).