Bulan penuh berkah, Ramadan, merupakan waktu yang tepat bagi umat Muslim untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang ajaran agama. Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah apakah bulu anjing termasuk najis atau tidak menurut Islam. Dalam artikel ini, kita akan membahas hal tersebut berdasarkan ayat-ayat dan dalil yang sesuai dalam Islam.

Pandangan dalam Islam tentang Kebersihan dan Najis

Islam mengajarkan umatnya untuk menjaga kebersihan dan memperhatikan aspek kebersihan dalam kehidupan sehari-hari. Konsep najis dalam Islam merujuk pada sesuatu yang dianggap tidak suci atau kotor, dan memerlukan prosedur khusus untuk membersihkannya sebelum dapat melakukan ibadah.

Bulu Anjing dalam Perspektif Islam

Pandangan tentang bulu anjing dalam Islam beragam di kalangan ulama. Sebagian ulama menganggap bulu anjing termasuk najis, sedangkan yang lain berpendapat bahwa bulu anjing tidak najis. Masing-masing pandangan ini didasarkan pada penafsiran mereka terhadap dalil-dalil yang ada.

Pendapat yang Menyatakan Bulu Anjing Termasuk Najis

Beberapa ulama berpendapat bahwa bulu anjing termasuk najis berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Hadis tersebut menyatakan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melarang menyentuh anjing dan menyebutkan bahwa menyentuh anjing dapat mencemari pakaian atau peralatan yang digunakan.

Dalam pandangan ulama yang menyatakan bulu anjing sebagai najis, mereka mengaitkannya dengan konsep najis basah (najis mutawassithah). Najis basah adalah benda yang basah dan dapat menyebabkan noda atau mencemari ketika bersentuhan dengan benda lain. Oleh karena itu, berdasarkan pendapat ini, bulu anjing dianggap najis karena dapat mencemari benda-benda yang bersentuhan dengannya.

Pendapat yang Menyatakan Bulu Anjing Tidak Najis

Di sisi lain, ada juga ulama yang berpendapat bahwa bulu anjing tidak termasuk najis. Pendapat ini didasarkan pada dalil-dalil yang menunjukkan bahwa bulu anjing bukanlah sesuatu yang najis dalam pengertian sebenarnya.

Salah satu dalil yang sering dikutip adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Dalam hadis tersebut, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan untuk membersihkan wadah yang terkena air liur anjing dengan membasuhnya tujuh kali, dan yang kedelapan menggunakan tanah sebagai pembersihnya. Hal ini menunjukkan bahwa air liur anjing dapat mencemari, sedangkan bulu anjing tidak disebutkan sebagai najis.

Selain itu, ada juga pendapat bahwa hadis yang melarang menyentuh anjing harus ditafsirkan secara kontekstual, terutama mengingat bahwa di dalam hadis lain, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memberikan izin untuk memelihara anjing sebagai penjaga dan pemburu.

Kesimpulan

Dalam masalah apakah bulu anjing termasuk najis atau tidak menurut Islam, terdapat perbedaan pendapat di antara ulama. Beberapa ulama berpendapat bahwa bulu anjing termasuk najis, sementara yang lain berpendapat sebaliknya. Perbedaan pendapat ini didasarkan pada penafsiran mereka terhadap dalil-dalil yang ada.

Dalam menjalankan agama, penting bagi setiap individu untuk mengikuti pandangan ulama yang mereka yakini sebagai otoritas keagamaan. Jika seseorang percaya bahwa bulu anjing adalah najis, mereka harus memperhatikan aturan kebersihan yang ditetapkan dalam agama Islam. Sebaliknya, bagi yang berpendapat sebaliknya, mereka dapat memilih untuk tidak menganggap bulu anjing sebagai najis.

Namun, yang perlu ditekankan adalah pentingnya menjaga kebersihan secara umum dan melaksanakan tuntunan agama dengan penuh keyakinan dan keikhlasan. Islam mengajarkan pentingnya menjaga kebersihan baik fisik maupun spiritual, sehingga kita dapat hidup dalam kesucian dan kesejahteraan.

Referensi:

  1. Sahih Muslim, Kitab al-Taharah.
  2. Sahih Bukhari, Kitab al-Taharah.
  3. Abdul Karim Zaidan, “Bulu Anjing dalam Perspektif Syari’at Islam” (Artikel Online).
  4. Dr. Wahbah al-Zuhayli, “Fiqih Islam wa Adillatuhu” (Jilid 1).