Makanan dan Kebiasaan Makan pada Udang – Beberapa penelitian yang dilakukan telah banyak meneliti tentang kebiasaan dan strategi makan pada udang. Ketika menyebutkan udang dalam paper ini yang dikaji adalah udang-udang jenis Macrobrachium. Paper ini mengkaji lebih spesifik tentang makanan dan kebiasaan makan udang jenis Macrobrachium vollenhovenii, Macrobrachium rosenbergii, dan Macrobrachium choprai pada stadia dewasa.

Udang bisa berfungsi sebagai konsumen utama, konsumen sekunder dan detritivor di perairan, oleh karena itu dapat diklasifikasikan sebagai omnivora. Sebenarnya ada fase peralihan dari udang yang awalnya pada larva bersifat karnivora hingga saat dewasa menjadi omnivora. Perubahan ini dapat diamati dari jenis makananya dan pola rahang pada udang tersebut. Namun, dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pada isi ususnya lebih banyak ditemukan jenis tumbuhan daripada hewan. Hal ini memungkinkan karena pada jaringan tumbuhan dicerna relatif lebih cepat.

Kebiasaan Makanan 

Pengetahuan tentang pola makan spesies di alam adalah penting untuk pembentukan kebutuhan gizi dan interaksi dengan organisme lain. Setiap organisme dalam mendapatkan sumber makanannya diperoleh dengan cara yang berbeda. Pada krustacea, khususnya udang kebutuhan makanan ini berpengaruh pada siklus molting dan pertumbuhannya. Makanan yang telah digunakan oleh udang akan mempengaruhi sisa persediaan makanan dan sebaliknya dari makanan yang diambilnya akan mempengaruhi pertumbuhan, kematangan bagi tiap individu serta keberhasilan hidupnya. Kualitas makanan merupakan salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan udang. Dimana kualitas makanan udang dapat diketahui lewat kebiasan makanannya.

Udang merupakan hewan omnivora penghuni dasar termasuk pemakan organisme dasar yang makanan alaminya berupa plankton, cacing, siput, kerang, ikan, moluska, biji-bijian serta tumbuh-tumbuhan. Pada M. Vollenhovenii makanan dan kebiasaan makannya menunjukkan bahwa plankton merupakan makanan utamanya. Jenis plankton yang biasa dimakan diantaranya adalah Chlorophyta, Euglenophyta, Xantophyta, Chrysophyta, Cladocera, Copepoda, Protozoa, Dinoflagellata dan Diatom. Sebagian jenis serangga dan organisme tak dikenal beserta butiran pasir dan biji-bijian juga ditemukan. Organisme yang tidak dikenal yang mungkin merupakan bagian dari materi detritus juga banyak ditemukan. Udang merupakan pemakan hewan kecil atau bentik. Chlorophyta dan Baciolaryphyta (diatom) menjadi makanan paling dominan dari udang. Namun yang perlu diwaspadai adalah saat keadaan udang cukup lapar mereka bisa menjadi kanibal pada sesamanya, bahkan udang dewasa yang sedang proses ganti cangkang dimakan juga. Maka untuk menghindari kanibalisme ini, pada tempat budidaya udang selalu diberi makanan supaya sifat kanibalismenya dapat dikendalikan.

Beberapa pendapat yang menyatakan bahwa udang dewasa termasuk kedalam kelompok omnivora merupakan suatu hal yang benar adanya. Melihat faktanya bahwa hewan ini hidup dipengaruhi oleh ketersediaan pakan di habitatnya. Udang bisa menyesuaikan diri untuk kelangsungan hidupnya dengan cara memakan baik hewan maupun tumbuhan yang ada di sekitar.

Strategi dan Kebiasaan Cara Memakan 

Udang mengambil makanannya dari dasar habitatnya atau dari fauna terkait yang terendam vegetasi pantai di badan air. Udang memiliki pergerakan yang terbatas dalam mencari makanan dan mempunyai sifat dapat menyesuaikan diri terhadap makanan yang tersedia lingkungannya. Udang bersifat nocturnal artinya aktif mencari makan pada malam hari atau apabila intensitas cahaya berkurang. Sedangkan pada siang hari yang cerah lebih banyak pasif, berbenam diri dalam lumpur, di balik batu, karena udang-udang jenis ini tidak menyukai sinar matahari.

Udang memakan makananya dengan cara menangkapnya kemudian dicerna. M. Rosenbergii yang diberi makan dengan ukuran yang beraneka ragam, menunjukkan hasil bahwa udang dapat menangkap dan mencerna makanan tersebut ke ukuran yang sesuai dengan kapasitas konsumsi mereka. Sehingga disini ukuran makanan tidak menjadi batasan untuk jenis makanannya. Hal lainnya seperti konsistensi, tekstur dan kepadatan dari makanan tersebut dapat mempengaruhi pilihan dari konsumsi udang.

Makanan yang mengandung senyawa organik, seperti protein, asam amino, dan asam lemak maka udang akan merespon dengan cara mendekati sumber pakan tersebut. Saat mendekati sumber pakan, udang akan berenang menggunakan kaki jalan yang memiliki capit. Pakan langsung dijepit menggunakan capit kaki jalan, kemudian dimasukkan ke dalam mulut. Selanjutnya, pakan yang berukuran kecil masuk kedalam kerongkongan (esophagus).

Bila pakan yang dikonsumsi berukuran lebih besar, akan dicerna secara kimiawi terlebih dahulu oleh maxilliped di dalam mulut. Sementara mengerat atau mengunyah, kaki lainnya mencari dan memegang makanan lain yang siap dimakan juga. Kaki udang ini dilengkapi sensor aktif dan sensitif yang mampu mendeteksi makanannya. Bila kita telusur seksama kebiasaan cara memakan udang ini, tidaklah aneh bila dikatakan udang termasuk hewan rakus. Saat masih mengunyah saja capitnya sudah siap sedia untuk memasukkan makanan yang selanjutnya.

Periode makan udang terjadi 2 kali dalam sehari yaitu pada pagi dan sore atau malam hari. Intensitas makan akan mengalami peningkatan pada ukuran udang yang semakin besar dan dewasa. Intensitas makanan yang ada pada usus udang yang diberi atau memperoleh makan secara aktif menunjukkan isi perut terisi sebanyak tiga per empat hingga setengah penuh, sementara isi perut yang hanya seperempat menunjukkan intensitas makan yang kurang atau tidak cukup.

Dari isi usus M. vollenhovenii terungkap bahwa, meskipun udang makan berbagai jenis makanan, namun menunjukkan ganggang sebagai bagian yang mendominasi. Hal ini sesuai pula dengan pernyataan Lee et al. (1980), Murthy dan Rajagopal (1990), Roy dan Singh (1997), Collins dan Paggi (1998), Albertoni dkk. (2003) dan Sharma dan Subba (2005) yang melaporkan bahwa udang Macrobrachium sp. adalah omnivora dan makanan mereka termasuk alga, detritus, bagian serangga, sebagian tumbuhan dan hewan lainnya. Udang betina dewasa banyak mengkonsumsi ganggang hijau dan filamanteous yang menunjukkan bahwa udang dewasa tidak selalu bottom feeder. Sedangkan pada betina yang belum dewasa banyak ditemukan krustacea pada isi ususnya.

Beberapa contoh makanan udang yang terdiri dari fitoplankton, zooplankton, hewan bentik menunjukkan korelasi dengan musim yang sedang berlangsung. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jenis makanan ini tergantung pada musimnya. Pada musim hujan makanan yang dominannya adalah fitoplankton. Begitu sebaliknya, dimana zooplankton mendominasi saat musim kemarau. Kondisi musim ternyata menjadi bagian penting juga yang perlu diketahui yang mempengaruhi kebiasan makan dari udang. Pada musim hujan, makanannya terkait dengan perubahan mendadak kondisi ekologi lingkungannya. Saat musim hujan bila diamati isi makanan perut udang lebih lengkap dibandingkan musim kemarau yang isi perutnya kosong. Pada musim hujan intensitas makan udang lebih tinggi. Jenis makanan yang banyak ditemukan yaitu tumbuhan, tetapi pada saat air perairan surut terendah pakan utamanya bergeser ke jenis pakan berupa hewan seperti serangga, cacing dan moluska.

Strategi makan udang dalam memanfaatkan pakan yang tersedia adalah rnemanfaatkan pakan yang berlimpah dan mudah didapat. Hal tersebut berarti udang tersebut mampu rnemanfaatkan potensi makanan, pada kasus yang ada di Waduk Darma udang memanfaatkan serasah dan organisme hewan sebagai makanannya yang belurn termanfaatkan secara optimal oleh komunitas ikan yang ada. Kondisi lain, selama musim pemijahan aktivitas makan pada udang rendah serta frekuensinya menurun.

Penelitian yang dilakukan oleh Wassenberg (1992) menunjukkan bahwa sebelum siklus molting udang cenderung memilih molusca untuk makanannya. Menurut pandangan penulis, hal ini berlandaskan pada kebutuhan protein udang, dimana saat molting kebutuhan energi cukup besar sehingga sebagai persiapan proses tersebut pemilihan jenis makanan tertuju pada molusca yang mengandung protein tinggi untuk sumber energi. Lain halnya pada saat molting, udang lebih memilih krustacea sebagai makanannya, bahkan cenderung untuk tidak makan. Hal ini diduga karena udang terlalu lemah untuk makan. Berpijak pada hal-hal tersebut, terdapat banyak komponen penting yang tidak boleh dilupakan bagi kecukupan makan udang yang harus dipenuhi, karena berkaitan dengan siklus molting, reproduksi, pertumbuhan, yang keseluruhannya penting bagi kelangsungan hidup udang tersebut.

Dari beberapa jurnal penelitian yang telah dikaji ini, dapat disimpulkan bahwa udang jenis M. Vollenhovenii, M. Rosenbergii dan M. Choprai dianggap sebagai euryphagous, makan setiap jenis makanan dan dapat dengan mudah menemukan makanannya dalam kondisi yang tidak melimpah sekalipun. Strategi makan udang dengan cara memanfaatkan berbagai jenis pakan yang tersedia, menyebabkan energi yang digunakan untuk mencari makan relatif rendah, sehingga pertumbuhan udang relati lebih cepat. Hal ini mengakibatkan udang dapat memanfaatkan tumbuhan ataupun hewan yang hidup ditempatnya termanfaatkan secara optimal. Kebiasaan makanan dan cara memakan pada udang ini secara alami bergantung pada lingkungan tempat hidupnya.

Daftar Pustaka
  • Hadie. W, Hadie. E. Lies, Muljanah Ijah dan Murniyati. 2001. Tingkah Laku Makan dan Molting Pada Udang. Prosiding Penelitian Budi Daya Udang Galah. Pusat Riset Perikanan Budidaya.
  • Hendro, Didik Wahyu dan Sri Endah Purnamatingtyas. 2006. Kebiasaan Makan dan Strategi Makan Udang Galah Hasil Penebaran di Waduk Darma. Prosiding Seminar Nasional Ikan.
  • Jimoh A. Abayomi, Edwin O. Clarke, Olusegun O. Whenu dan Haleemah B. Adeoye. Food and feeding habits of the African river prawn (Macrobrachium vollenhovenii, Herklots, 1857) in Epe Lagoon, southwest Nigeria. 2011. International Journal of Fisheries and Aquaculture. Vol. 3(1), pp. 10-15.
  • Prakash Sfiree dan G.P. Acarwal. 1989. A Report on Food and Feeding Habits of Freshwater Prawn, Macrobrachium choprai. Indian J. Fish., 36 (3): 221 – 226.
  • Roy, D and S.R. Singh. 1997. The Food and Feeding Habits of Freshwater Prawn Macrobrachium choprai. Asian Fisheries Science. Vol. 10 : 51-63.