Sejak awal, Allah telah memberikan penjelasan dalam firman-Nya, surat an-Nahl ayat 14: “Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan). Dan firman-Nya dalam surat al-Maidah 96, “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan.” Di sini jelas dikatakan, bahwa pada dasarnya seluruh hewan yang hidup di lautan (air), baik yang masih hidup maupun yang sudah mati adalah halal dimakan. Begitu juga hewan yang hidup di darat, pada dasarnya semua juga halal dimakan dagingnya, kecuali yang secara tegas diharamkan al-Qur’an dan as-Sunnah. Di antaranya adalah bangkai, darah, daging babi, dan daging hewan yang disembelih atas nama selain Allah. Hal ini tercantum dalam al-Qur’an surat al- An’am ayat 145.

Demikian juga diharamkan memakan hewan buas yang mempunyai gigi taring dan burung yang mempunyai kuku mencengkeram. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Hadits Shahih yang diriwayatkan Imam muslim: “Rasulullah SAW melarang (umat Islam) memakan setiap binatang buas yang bergigi taring dan burung yang mempunyai kuku mencengkeram”.

Perbedaan Pendapat Ulama

Ada beberapa pendapat dari para ulama mengenai hukum memakan dan membudidayakan kodok ini. Pertama, menurut Madzhab Maliki, hukum mengkonsumsi kodok adalah mubah karena tidak ada nash al-Qur’an atau al-Hadits yang secara khusus mengharamkannya. Sedangkan menurut Jumhur

Ulama (Madzhab Hanafi, Syafi’i dan Hambali), hukumnya adalah haram. Hal ini didasarkan pada dalil dan hujjah (argumentasi). Misalnya dalam al-Qur’an surat al- A’raf ayat 157: “Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” Kodok, dalam hal ini, sebagaimana ular dan kepiting adalah termasuk binatang yang hidup di dua alam; daratan dan sekaligus lautan (air). Oleh karena itu, kodok dinilai sebagai binatang yang menjijikkan. Padahal binatang yang menjijikkan adalah diharamkan oleh Allah SWT. Kedua, dalam hadits riwayat imam Ahmad, al-hakim, Abu daud, dan an-Nasa’I dari sahabat Abdurrahman ibn Utsman al-Quraisyi RA dikatakan bahwa seorang tabib atau dokter bertanya kepada Rasulullah SAW tentang kodok yang dipergunakannya untuk campuran obat, lalu Rasulullah melarang membunuhnya. Kodok adalah binatang yang dilarang oleh Rasulullah SAW untuk dibunuh. Jika suatu binatang tidak boleh dibunuh, logikanya tentu tidak boleh dimakan karena bagaimana mungkin bisa dimakan kalau tidak dibunuh terlebih dahulu.

Ketiga, dari Komisi Fatwa MUI Propinsi DKI Jakarta memilih pendapat Jumhur Ulama yang mengharamkan memakan atau mengkonsumsi kodok. Di samping karena didasarkan pada dalil serta argumentasi yang lebih kuat, juga karena ikhtiyat (berhati-hati). Sebagaimana telah disabdakan Rasulullah SAW dalam hadits shahih yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim dari sahabat Nu’man ibn al-Basyir ra: “Barangsiapa menghindarkan diri dari syubhat, maka dia telah menyelamatkan agamanya dan kehormatannya. Dan barangsiapa terjerumus ke dalam sesuatu yang syubhat, maka dia pasti akan terjatuh dalam sesuatu yang haram. Seperti seorang pengembala yang mengembalakan hewan di sekitar pagar, pasti mudah sekali makan tanaman di dalamnya. Ketahuilah bahwa tiap-tiap raja (pemilik) mempunyai batas-batas larangan. Dan batas larangan Allah SWT ialah segala apa yang diharamkan-Nya”.

Kodok Menurut Ilmu Kesehatan

Menurut keterangan Dr. H. Muhammad Eidman, M. Sc. seorang dokter hewan dari Institut Pertanian Bogor, bahwa jenis kodok kurang lebih berjumlah 150 jenis. Dari jumlah tersebut, hanya 10 jenis kodok yang berada di Indonesia yang dinyatakan tidak mengandung racun, yaitu: Rana Macrodon, Rana Hinascaris, Rana Ingeri, Rana Glandilosa, Rana Magna, Hyhrun Arfiki, Rana Modesta, Hyhrun Pagun, Rana Canarivon, Rana Catesbiana Sehubungan dengan keterangan pakar yang mempunyai otoritas dalam menentukan bahaya atau tidaknya kodok, maka dapat disimpulkan bahwa mengkonsumsi kodok secara umum membahayakan kesehatan manusia. Oleh karena itu, hukumnya haram. Sebagaimana telah difirmankan dalam surat al-Baqarah ayat 195: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”

Bijak Mengambil Manfaat

Dengan semakin berkembangnya pembudidayaan kodok sekarang ini, memang tidak bisa langsung menghakimi bahwa memakan dan membudidayakan kodok itu haram. Meskipun, menurut penuturan Bapak Muardi Chatib, Dosen Ushul Fiqh UIN Jakarta, memakan kodok itu memang tidak diperbolehkan karena binatang itu hidup di dua alam. Begitu pula membudidayakan kodok untuk dimakan atau diperdagangkan adalah haram. Hal ini didasarkan pada Qaidah Ushul Fiqh, “Sesuatu yang menjadi sarana, hukumnya adalah mengikuti sesuatu yang menjadi tujuan”. Akan tetapi, dari MUI sendiri memberikan dua pilihan kepada masyarakat untuk mengikutinya.

Pilihan untuk tidak menghalalkan daging kodok untuk dimakan bagi para penganut mahzab Syafi’I atau jumhur ulama. Dan, pilihan lainnya untuk menganggap halal daging kodok untuk dimakan dan dikonsumsi bagi masyarakat yang mengikuti pendapat Imam Maliki. Sedangkan untuk budidaya kodok, jika memang hanya diambil manfaatnya, tidak untuk dimakan, maka dari ulama dan MUI memperbolehkan selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Akan lebih baiknya, semua kembali kepada individu masing-masing, bagaimana memandang baik buruknya mengkonsumsi daging kodok tersebut. Baik dari segi aturan Islam, maupun kesehatan. • (lin/ berbagai sumber)